Dikutip dari buku ‘Sang Elang: Serangkai Kisah Perjuangan H AS Hanandjoeddin di Kancah Revolusi Kemerdekaan RI’ karya Haril M Andersen, pasukan Detasemen Udara Parigi pimpinan Opsir Muda Udara III Hanandjoeddin mengalami kejadian misterius dihadang seribu pasukan gaib.
Tujuannya, demi menghambat laju pergerakan tentara Belanda. Tapi ternyata dalam beberapa percobaan awal para anak buahnya, peledak yang ditanam tak kunjung meletup, hingga harus kembali untuk melapor pada Hanandjoeddin di markas.
Hanandjoeddin pun coba mendatangi seorang tokoh desa setempat untuk mengetahui, apakah memang jembatan itu ada yang “melindungi”? Ternyata iya. Hanandjoeddin pun diminta untuk puasa dan bermunajat kepada Allah SWT jika ingin kerajaan gaib yang melindungi jembatan itu bisa dipindah.
Merasa hal itu tak masuk akal, Hanandjoeddin memilih mendatangi sendiri jembatan itu bersama beberapa anak buahnya. Perasaan ‘ngeri’ mulai menghinggapi pasukannya lantaran hari juga sudah beranjak gelap.
Suasana kian mencekam dan horor saat melewati hutan Watulimo yang acap disebutkan warga lokal desa lain sebagai tempat yang angker. “Maaf, ndan (komandan) sebaiknya kita urungkan rencana malam ini,” ucap M Yahya, salah satu anak buah Hanandjoeddin.
Saat ditanya kenapa, ternyata anak buahnya pada ketakutan. “Kalau kalian takut, kembali saja ke markas! Biar saya sendiri yang pergi ke jembatan!” seru Hanandjoeddin.
Mendengar komandannya berang, anak buahnya tetap mencoba mengikuti Hanandjoeddin dari belakang. Tapi baru saja mau mengikuti, mereka sudah kabur pontang-panting karena melihat sepasukan besar berbaris menjuruskan bedil kunonya pada mereka.
Hanandjoeddin sendiri tak sadar sudah ditinggal kabur anak buahnya. Mereka yang begitu gagah pantang mundur sejengkal pun saat meladeni tentara Belanda, anehnya langsung ‘ngacir’ saat dihadang tentara berseragam militer jawa kuno yang terkesan gaib.
“Assalamualaikum! Saya Hanandjoeddin, Komandan Pertahanan di wilayah Watulimo. Kami bermaksud baik menyelamatkan rakyat dan alam daerah ini dari penjajah Belanda. Bantulah perjuangan kami menegakkan kemerdekaan Indonesia. Saya yakin kalian di pihak kami karena perjuangan sudah dilakukan sejak zaman nenek moyang, sejak zaman Sultan Agung Raja Mataram. Kami hanya melanjutkan cita-cita Beliau. Saya meminta kalian memaklumi kami memutus jembatan penghubung desa ini demi keselamatan rakyat Watulimo. Terima kasih atas pengertiannya, Assalamualaikum!”
Tak lama setelah seruan itu, pasukan gaib tersebut sekonyong-konyong hilang. Esoknya, anak buah Hanandjoeddin melanjutkan upaya peledakan jembatan. Uniknya dalam percobaan pertama, bom yang dirakit dan ditanam meledak dan langsung merobohkan jembatan tua tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar